I believe a person who labels a person racist while undermining the race of the accused is also a racist. As it has come to this, I shall write in both the National language and English.
Malay Version
Seketika yang lalu, saya dipersembahkan dengan sebuah website yang menuduh seorang mahasiswi dan kawan-kawannya sebagai seorang yang “racist”. Saya tidak akan mengutarakan isi kandungannya secara terperinci dan saya juga tidak akan memberi “link” untuk blog itu untuk memelihara hak peribadi mahasiswi tersebut.
Namun apa yang dapat disimpulkan adalah seperti berikut:
1. Mahasiswi menyatakan dia “dislike” too many Malays
2. Kawannya menambah, “Government Uni is like that, Malay pig all”
Ulasan saya tentang blog ini adalah seperti dibawah:
1. Apa yang perlu diberi perhatian adalah gambar yang dikemukakan merupakan “printscreen” Facebook Wall mahasiswi itu.
2. Ini adalah pencerobohan hak peribadi mahasiswi itu dan penulis blog itu boleh disaman atas tindakannya.
3. Penulis blog itu sepatutnya menegur mahasiswi dan kawannya itu secara peribadi dan bukannya menghebohkan perkara ini di khalayak ramai atau lebih tepat, di blog beliau.
4. Sebelum menuduh seseorang, individu tersebut seharusnya mengambil dan menyelami pandangan pihak yang dituduh.
5. Pada pandangan saya, mahasiswi ini tidak mempunyai kawan Melayu yang ramai maka perubahan sebegini memerlukan pengubahsuaian yang mengambil masa.
6. Hal ini boleh diumpamakan dengan pelajar-pelajar yang sedang menuntut di luar negara di mana mereka dikelilingi orang-orang asing.
7. Tidak ramai yang akan terus selesa dalam keadaan sebegini dan ianya memakan masa untuk seseorang menyesuaikan diri, seperti juga mahasiswi ini.
8. Kawannya yang menyatakan, “Malay pig” sudah tentu telah diajar pandangan yang buruk terhadap orang Melayu dari kecil lagi.
9. Yang perlu diberi perhatian di sini bukanlah mencari siapa yang salah, tetapi APA yang menyebabkan perkara sebegini timbul, KENAPA, BAGAIMANA untuk menyelesaikan masalah ini dan bukan menumpu kepada persoalan SIAPA.
10. Menuding jari tidak akan menyelesaikan masalah perkauman.
Saya akan meletakkan beberapa keratan “comment” yang ditulis oleh pembaca-pembaca blog ini:
1. “Aku pantang dgn statement cina kurang ajar ni...!”
2. “...dia mesti minta maaf ...”
3. “...entah2 dlm bahasa cina ntah apa yg diorg mencacai....”
4. “...cina betina nie "follower'...”
Ini adalah pendapat saya tentang “comments” yang dinyatakan:
1. Saya mengaku, apabila membaca komentar pembaca-pembaca blog tersebut, perkataan pertama yang timbul di kepala saya adalah; Hipokrit.
2. Sepanjang saya membesar dan belajar dalam kalangan orang Melayu, terutamanya dalam ceramah agama dan perbualan seharian mereka, akan ada mereka yang mengutuk agama lain dan merendahkan bangsa-bangsa lain. Tidak semua, tetapi memang wujud golongan sebegini. Seperti contoh, “Tengok, sembah orang perut buncit, apa orang perut buncit boleh buat?”
3. Saya ingin mengatakan, cermin diri dahulu sebelum mengata orang dan menuntut kemaafan.
4. Yang saya dapati menjelikkan adalah penggunaan bahasa yang kesat untuk meluahkan pendapat dan penggunaan nada yang “racist”.
5. Bahasa melambangkan keperibadian dan juga bangsa. Kesan penggunaan bahasa yang kurang sopan terhadap kedua-dua itu tidak perlu saya ulaskan.
6. Jikalau boleh, saya tidak ingin menyentuh hal agama di sini tetapi saya rasa orang-orang Melayu ini bangga menjadi sebahagian dari Umat Islam maka saya rasa perlunya saya menyentuh hal ini.
7. Ilmu saya tentang agama Islam adalah cetek namun saya faham bahawa setiap manusia itu asalnya dari Nabi Adam yang membawa maksud tiada bezanya satu manusia dari manusia yang lain.
8. Saya juga diajar bahawa manusia itu tiada bezanya di depan Allah S.W.T kecuali ilmu dan iman mereka.
9. Jadi perlukah isu perkauman dibangkitkan oleh masyarakat Melayu yang merupakan pengikut Nabi Muhammad S.A.W? Malahan, perlukah perkauman itu menjadi satu isu?
10. Jika suka diagung-agungkan Islam itu, janganlah mencemarinya dengan perkara duniawi seperti perkauman.
11. Ingatlah tugas khalifah yang diamanahkan untuk menjaga dan memakmurkan bumi ini.
English Version
Awhile ago, I stumbled upon a link on Facebook that brought me to a blog that was accusing of a university student as racist. I will not explain the blog in the detail and to respect the privacy of the said student, I will not provide the link to the blog.
The cause of the commotion was this:
1. The student said, “Too many Malays, dislike”
2. Her friend added, “Government Uni is like that, Malay pig all”
My thoughts are as below:
1. What should be known is that the conversation was on an image that was “Printscreened” from the wall of the student’s Facebook Wall.
2. The blogger didn’t even have the consideration to blank the student’s name.
3. This is a blatant breach of privacy of the said student and the author of the blog can be sued due to his actions.
4. Personally I do not think the author had made the right move. What he should have done is that he should have just personally told the student and the friend that it is inappropriate to do such a thing.
5. He didn’t have to post a blog about it.
6. And before accusing someone, the person accusing should at least look the whole issue through the perspective of the accused.
7. In my opinion, the student didn’t have that many Malay friends and thus being in an environment full of Malays is something new to the student. Adapting will always take time.
8. This is akin to our students who are studying overseas where they are thrown into a whole new environment filled with a whole new and different community/culture.
9. Not many will immediately sort themselves out immediately and this applies to the said student too.
10. The friend who said, “Malay pig” is just an ignorant young man, he was perhaps indoctrinated with such perspective since young,
11. The main issue here is not whether the person is rude or not, nor who is at fault but the main question is WHAT could have made such negative perspective to appear, WHY, and HOW can we fix this situation. The word WHO shouldn’t exist in any of the questions.
12. Pointing fingers won’t solve anything.
I will add a few abstracts from comments left on the blog; It’ll be in Malay to preserve the nature and intention of the sentences:
5. “Aku pantang dgn statement cina kurang ajar ni...!”
6. “...dia mesti minta maaf ...”
7. “...entah2 dlm bahasa cina ntah apa yg diorg mencacai....”
8. “...cina betina nie "follower'...”
My opinion?
1. I would have to admit that the first word that came to my mind after reading the comments was; Hypocrites
2. Throughout my life growing up and learning in a community of Malays, especially in religious talks and their daily conversations, there will be those who make fun of another religion and using derogatory terms to describe other race. I.E. “Look at them worshipping that pot-bellied statue, what on earth can that fat statue do?”
3. I would like to say it to their face, “Take a good look at the mirror first before calling other people racist and asking for an apology”
4. What made me ticked was the use of impolite words and the racist tone found in the comments.
5. The language used by a person reflects his/her personality. I need not explain further on this.
6. If possible, I would not like to add the element of religion in this post (since it will get too hot for me to handle) but considering the fact the Malays are pretty proud of being Muslims I feel the need to do so.
7. My insight towards Islam is not significant but I know enough to know that in Islam, the whole of humanity originated from a single person named Adam. This would mean technically, no one human is different from another, we share the same blood and all.
8. I was also taught that in the eyes of God, everyone is the same, the one thing that differs us from one another is our iman and our depth of knowledge.
9. Taking all these into account, I think race issues should not be brought up by the Malays. Heck, racism shouldn’t even exist in any form with the Malays or Muslims what more an issue.
10. If you’re so proud to be a Muslim, don’t try to defile it with things like “Ketuanan Melayu” et al. It’s too “worldly” for your own good.
11. The Malays should know this if they had taken the trouble to pray 5 times a day and eat halal food.